Surabaya, JATIMMEDIA.COM – Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan.berhasil menggalkan satu kontainer pulpen tiruan merek standard AE7 Alfa Tip 0.5 yang berisi sebanyak 858.240 pack dari China, dengan nilai sekitar Rp 1 milyar.
Kasus ini terungkap dari analisis transaksi impor yang dilakukan Bea Cukai atas importasi PT PAM yang diduga melanggar Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Pihak Bea Cukai kemudian menotifikasi kepada pemilik merek yang asli yaitu PT Standardpen Industries (PT SI) karena merek tersebut telah terekam dalam sistem otomasi kepabeanan barang-barang HKI.
Kemudian, PT SI memberikan konfirmasi bahwa PT SI setuju dilakukan proses penangguhan sementara ke Pengadilan Niaga untuk dilakukan pemeriksaan bersama terkait keaslian atas merek barang tersebut dengan menyerahkan jaminan bank yang dipersyaratkan ke Bea Cukai Tanjung Perak. Pemeriksaan bersama dilakukan oleh Hakim Pengadilan Niaga, Panitera, Bea Cukai, saksi ahli, pemohon (PT SI), dan termohon (PT PAM). Hasil pemeriksaan bersama tersebut digunakan sebagai dasar untuk memutuskan asli tidaknya merek tersebut melalui proses Pengadilan Niaga
Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi mengatakan, pengungkapan itu berkat analisis awal rekordasi tentang kecurigaan barang impor dari China yang mirip dengan merek sebuah pulpen di Indonesia. Atas dasar temua itu, pihaknya kemudian melakukan pengecekan.
“Kita cek fisik dan memang benar mirip dengan merk bolpoin standard yang sudah direkordasi atau didaftarkan oleh pemilik yang sah. Makanya kemudian langsung beritahu ke pemilik dan responnya positif. Dan dengan cepat kita lakukan penangguhan pengeluaran. Jadi, kita tahan,” jelasnya dalam konferensi pers di Terminal Peti kemas Surabaya, Kamis (9/1/2020).
Heru juga menambahkan bahwa penangkapan terhadap pemalsuan merek tersebut juga merupakan hasil sinergitas antar lembaga eksekutif dan yudikatif selain dari Bea Cukai. Sinergitas itu antara lain dengan kepolisian dan Kemenkum HAM sehingga bisa lebih mudah dan langsung menindaknya.
“Dari kepolisian dan Kemenkum HAM. Kita sinergi, ini eksekutif dan yudikatif mulai dari operasional, dari kebijakannya sampai ke hulu ke hilir lengkap sudah. Karena itu langsung kita tangkap 10 hari kemudian,” jelasnya sambil menambahkan bahwa penanganan terhadap pelanggaran HKI ini juga dilakukan dilapangan (barang yang sudah beredara, red), seperti yang sudah dilakukan kepolisian.
Sementara untuk kelanjutan dari penahanan ini, lanjut Heru, PT SI selaku pemilik/pemegang merek dapat melanjutkan langkah hokum dengan menempuh pilihan dengan melaporkan tindakan pelanggaran merek HKI ke PPNS Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual atau Penyidik Kepolisian Republik Indonesia sesuai sanksi pasal 99 UU Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2 Miliar.
“PT SI juga bisa menyelesaikan secara perdata dengan melaporkan ke Pengadilan Niaga Surabaya, atau dengan penyelesaian secara alternative dispute resolution antara pemilik/pemegang merek dengan importir atau pelaku pelanggaran HKI,” terang Heru. (JM01)