Surabaya, JATIMMEDIA.COM – Menghadapi gaya gempa yang semakin besar akibat ditemukannya sesar-sesar aktif baru di permukaan bumi, maka infrastruktur bangunan pun perlu dikembangkan. Ini pula yang mendorong Prof Dr Ir Hidayat Soegihardjo MS, dosen Departemen Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk menghadirkan temuan mengenai sistem penyerap gempa pada berbagai struktur bangunan.
Melalui riset untuk pengukuhan guru besarnya, dijelaskan bahwa jika gempa terjadi, bangunan boleh jadi rusak, namun tidak boleh memakan korban. Berasaskan filosofi tersebut, guru besar yang akan dikukuhkan secara resmi oleh ITS, Rabu (11/12/2019) mendatang, menginovasikan Sistem Rangka Batang berelemen Bresing Anti Tekuk (SRBBAT).
Prof. Hidayat menjelaskan, bahwa pada pembuatan struktur bangunan dikenal istilah daktilitas. Suatu struktur yang daktail berarti mampu mengalami simpangan pascaelastis akibat gempa.
“Ini membuat struktur tersebut mampu mempertahankan kekuatan dan tetap berdiri walaupun berada di ambang keruntuhan,” paparnya dalam jumpa pers, Senin (9/12/2019).
Dalam orasi ilmiahnya sebagai guru besar ke-122 ITS, pria yang telah berkecimpung dalam bidang konstruksi bangunan anti gempa sajak 2002 silam ini menyampaikan bahwa SRBBAT dapat menjadi alternatif pilihan untuk struktur bangunan bertingkat tinggi yang menggunakan struktur baja daktail yang memiliki jarak antar tiang mencapai 20 meter.
Hidayat mengklaim, SRBBAT menunjukkan kinerja yang baik dalam menyerap energi gempa. Ia menemukan bahwa gaya geser dasar seismik, rasio simpangan dan energi histeretik meningkat optimal.
“Meskipun begitu, masih perlu dilakukan kajian dan eksperimen yang lebih intensif sehingga kinerjanya dapat teruji dengan baik,” ujarnya.
Tak hanya berfokus pada bangunan bertingkat tinggi. Berdasar asas innovations based economy (ekonomi berbasis inovasi) di Indonesia, peneliti dari Laboratorium Struktur Departemen Teknik Sipil ITS ini juga inovasikan sistem penyerap gempa bagi bangunan rumah tinggal. Yakni Low-Cost Base Isolation (low-cost BI).
“Inovasi ini bekerja dengan metode yang mirip dengan konsep Base Isolation, yaitu penanaman pondasi pada struktur bangunan yang dapat meminimalisir pengaruh gempa dengan meredam gaya gempa yang bekerja,” tambahnya.
Pada low-cost BI temuan Hidayat, pelat besi baja dibuat berlubang-lubang sehingga berat material baja berkurang namun tetap mendapat kinerja anti gempa yang baik. Low-cost BI juga dapat memperkuat kontak antar karet dan baja, sehingga sistem dapat menyerap gempa dengan baik.
Sesuai namanya, low-cost BI memiliki biaya konstruksi yang lebih murah bila dibandingkan dengan Base Isolation pada umumnya. Sehingga temuan Hidayat ini sangatlah mungkin diimplementasikan bagi rumah tinggal satu sampai dua lantai yang umum dibangun masyarakat,
Ke depannya, alumni ITS tersebut juga berencana mengarahkan risetnya untuk membuat model low-cost BI dari bantalan-bantalan karet skala kecil yang bisa diproduksi secara industri rumah, sehingga harganya bisa bersaing secara ekonomi.
Aktif sebagai anggota Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jembatan (KKJTJ) di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hidayat juga gagaskan infrastruktur penyerap gempa pada jembatan bentang panjang.
Melalui penggunaan struktur tipe Base Isolation berupa Lead Rubber Bearing dan Friction Pendulum, Hidayat menyampaikan bahwa gaya geser bangunan bawah dapat direduksi. Dan untuk saat ini, inovasi Lead Rubber Bearing dan Friction Pendulum di Indonesia telah ia terapkan dalam pembangunan jalan raya Jakarta-Cikampek dan juga jembatan Youtefa di Jayapura.
Hidayat pun berharap bahwa pengetahuan ini baiknya dapat disosialisasikan kepada para praktisi di Indonesia, terutama konsultan perencana jembatan, mengingat efektivitas dan kebermanfaatannya. (JM01)