Surabaya, JATIMMEDIA.COM – Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah Surabaya Raya dinilai Kalangan pengusaha kafe dan restoran tebang pilih, sehingga merugikan pengusaha bahkan karyawan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran (Apkrindo) Jatim, Tjahjono Haryono mengatakan, sejauh ini pengusaha kafe restoran telah mematuhi aturan PSBB yakni melaksanakan jam malam dan menolak konsumen untuk makan di tempat.
“Sebagai pengusaha yang taat bayar pajak, sekarang seperti menjadi korban kepatuhan atas aturan pemerintah. Semua anggota Apkrindo sudah melaksanakan aturan PSBB tetapi kenapa yang disoroti (dirazia, red) petugas hanya restoran kita, kenapa kaki lima atau warung-warung lain tidak ada penindakan,” katanya, Senin (25/5/2020)
Tjahjono juga mengungkapkan, yang terjadi ketika ada kafe/restoran yang nekad melayani dine-in atau makan di tempat pasti didatangi dan pasti terjadi ancaman pencabutan izin usaha. Padahal menurutnya, kondisi industri kuliner untuk kelas menengah seperti kafe/restoran sudah sangat anjlok.
“Faktanya omset kafe/restoran anjlok. Secara bisnis sebelum PSBB omset kita tinggal 20 persen, lalu ada PSBB yang mewajibkan penjualan delivery/take away hanya mampu mencapai 5 persen. Dan omset itu tidak mampu menutupi biaya operasional dan gaji karyawan,” lanjut Tjahjono.
Disisi lain, Managing Director Boga Group Jatim, Steven Johnson Tjan juga mengungkapkan bahwa usahanya yang selama ini telah mempekerjakan 1.050 pegawai, kini terpaksa merumahkan 700 orang pegawai lantaran sudah tidak mampu membayar gaji karena tidak ada pemasukan.
“Bahkan saya jual mobil untuk bayar gaji dan THR pekerja yang masih tersisa,” tambahnya.
Steven juga menegaskan bahwa ia tidak minta kerugian diganti, karena paham bisnis itu ada untung dan rugi.
“Tapi tolong peraturan yang dibuat ya konsisten dong. Kita buka usaha bukan untuk kita saja, tapi untuk karyawan yang bekerja,” katanya.
Keluhan pengusaha ini boleh dibilang sangat wajar, karena memang aturan PSBB yang diterapkan cenderung tidak jelas dan tebang pilih. Apalagi dari pengamatan, sepanjang pelaksanaan PSBB Surabaya yang dinilai kurang jelas. Sweeping petugas untuk warung-warung kopi hanya terjadi di awal PSBB, setelah itu suasana di Surabaya tampak biasa saja.
Masyarakat tetap beraktivitas, ada yang tertib menggunakan APD seperti masker, tetapi juga masih banyak yang tidak menggunakan. Termasuk warga masih asik berbocengan, dan bahkan banyak yang masih menikmati makan di tempat untuk kelas kaki lima.
Sementara disisi lain, untuk tempat makan kelas menengah seperti kafe/restoran masih tetap boleh buka, tetapi hanya melayani penjualan take away/drive thru.
“Karena itu, Apkrindo mengusulkan kepada pemerintah agar ada pelonggaran PSBB setidaknya kafe/restoran tetap bisa melayani makan dine-in, dengan penggunaan kapasitas ruang 50 persen dengan tetap menerapkan protokol kesehatan Covid-19,” pungkas Tjahjono.
Selain meminta kesempatan untuk membuka 50 persen kafe/restorannya, Apkrindo juga meminta ada stimulus pajak setidaknya sampai 3 bulan ke depan karena selama ini pengusaha sangat taat membayar pajak. (JM01)