Surabaya, JATIMMEDIA.COM – Sama seperti kebijakan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang meminta pelaksanaan ibadah Salat Jumat diganti dengan ibadah Salat Dhuhur di kediamannya masing-masing, umant Nasrani juga dihimbau melakukan ibadah di rumah masing-masing.
Hal ini disampaikan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, sebagai salah satu cara untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang terus berkembang di Jawa Timur.
“Kami berharap semua masyarakat menahan diri dan sebisa mungkin untuk menghindari pertemuan atau kegiatan massa yang dalam jumlah besar,” ujarnya, saat menggelar jumpa pers yang diampingi Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak, dan Komandan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Jawa Timur, Heru Tjhajono, di Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jumat (20/3/2020).
Wagub Emil juga menambahkan, harus ada upaya yang komprehensif untuk melakukan social distancing untuk melaksanakan proses peribadatan seperti menyediakan tempat cuci tangan air mengalir hingga penyediaan hand sanitizer.
“Seluruh pimpinan umat beragama dalam hal ini berupaya untuk menyesuaikan kegiatan,” tambahnya.
Menanggapi hal ini, Keuskupan Surabaya menyatakan dukungannya pada program pemerintah yang meminta Umat Nasrani di Jawa Timur tidak pergi ke gereja, tapi berdoa di rumahnya masing-masing.
Vikjen Keuskupan Surabaya, Romo Yosef Eko Budi Susilo mengatakan semua tokoh-tokoh umat dari gereja-gereja di Jawa Timur ini memang sepakat untuk mendukung program pemerintah.
“Di mana juga sebagai warga masyarakat mau berkontribusi dalam mencegah penularan virus Covid-19 sehingga bisa segera diatasi cepat diselesaikan dan nanti harapannya umat di Jatim dan masyarakat Indonesia ini tetap sehat,” kata Romo Eko.
Romo Eko juga menerangkan, sebenarnya Umat Katolik sudah mengerti apa yang dilakukannya setelah pemerintah mengumumkan para siswa tidak boleh masuk ke sekolah dan melakukan pembelajaran di rumahnya masing-masing.
“Sebenarnya kalau Umat Katolik sudah mengerti sendiri. Minggu kemarin ketika ada pengumuman anak-anak diliburkan, mereka yang ketakutan dan khawatir sudah tidak ke gereja. Intinya menghindari kerumunan dan mereka sudah tahu sendiri,” terangnya.
Selain itu, masih menurut Romo Eko, memang dianjurkan tidak ada ibadah atau kalau seandainya masih ada gereja yang menyelenggarakan peribadatan, maka diharapkan tetap mentaati peraturan dari WHO (World Health Organization), dengan menyediakan masker, hand sanitizer atau tempat cuci tangan.
“Jati kita putuskan sampai 29 Maret 2020, umat diminta berdoa dirumah masing-masing. Misalnya pemerintah memperpanjang (gereja ditutup), ya kita perpanjang lagi,” jelasnya. (JM01)