Kebijakan LPG 3 Kg Tuai Polemik, Apa Kata Dosen Ekonomi Unair

0
18
Kebijakan LPG 3 Kg Tuai Polemik, Apa Kata Dosen Ekonomi Unair
Kebijakan LPG 3 Kg Tuai Polemik, Apa Kata Dosen Ekonomi Unair

Surabaya, JATIMMEDIA.COM – Kebijakan pemerintah terkait pembelian LPG 3 kg sempat menuai polemik di kalangan masyarakat. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)  awalnya melarang pengecer menjual LPG bersubsidi per 1 Februari 2025 demi subsidi yang tepat sasaran. Namun, aturan ini justru memicu kelangkaan LPG 3 kg di berbagai daerah. Sehingga pemerintah mencabut larangan dan menjadikan pengecer sebagai subpangkalan resmi Pertamina.

DosenFakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair), Dr Ni Made Sukartini SE MSi MIDEC, turut memberikan pandangannya terhadap kebijakan ini. Dimana ia menjelaskan bahwa LPG 3 kg merupakan komponen energi yang mendukung aktivitas ekonomi, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun produksi. Terutama di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan penataan subsidi LPG agar lebih tepat sasaran.

Diketahui, pada awal tahun 2025, pemerintah berupaya mengatur distribusi LPG 3 kg dengan mewajibkan pengecer untuk mendaftar Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui aplikasi Online Single Submission (OSS).

Menurut Dr Made, kebijakan ini berlaku di masyarakat lebih cepat tanpa adanya proses sosialisasi yang baik. Sehingga penerapannya menuai respons kontra dari pasar. Akibatnya, kelangkaan gas LPG terjadi dengan cepat, khususnya di kota-kota besar yang menjadi pusat aktivitas bisnis.

“Ini merupakan bagian dari proses, yang mana informasi kebijakan pemerintah terkait pengaturan subsidi dan upaya efisiensi subsidi direspons terlalu cepat oleh pelaku-pelaku ekonomi. Hal ini mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan supply dan demand, sehingga memicu munculnya perubahan harga atau isu kelangkaan. Mengingat LPG 3 kg merupakan komoditas ekonomi yang banyak terpakai dalam aktivitas sehari-hari, baik konsumen rumah tangga maupun pelaku usaha,” terang Dr Made.

Lebih lanjut, Dr Made mengatakan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan penerapan sanksi atas pelanggaran untuk memastikan subsidi LPG 3 kg benar-benar tepat sasaran. Pertimbangan kebijakan subsidi LPG 3 kg dapat merujuk pada evaluasi kebocoran subsidi yang terjadi pada subsidi listrik dan BBM pertalite.

BACA JUGA : Tak ada Dipengecer, Pembelian LPG 3 Kg di Pangkalan Resmi

“Penerima subsidi, baik pelaku usaha atau konsumen rumah tangga selalu mencari peluang untuk menikmati subsidi meskipun mereka tak berhak menerimanya. Oleh karena itu, sanksi atas pelanggaran, baik secara moneter maupun sanksi sosial dapat menjadi pertimbangan untuk mengurangi pelanggaran dalam alokasi subsidi,” jelasnya.

Tetap Kawal Bersama

Kelangkaan LPG 3 kg imbas dari kebijakan baru tentu dapat mengganggu proses produksi pada aktivitas UMKM. Kendati demikian, Dr Made menilai tak ada satu kebijakan pun yang dapat menjamin efisiensi, akan selalu ada celah dalam implementasinya.

Dr Made menambahkan, pemerintah telah berupaya dalam mengatur proses subsidi. Sehingga, masyarakat dan pelaku usaha perlu memberi ruang bagi pemerintah dalam melakukan penataan lebih lanjut. Ia menyebutkan bahwa meskipun proses ini memakan waktu, semua pihak tetap perlu mengawal kebijakan ini agar dapat berjalan lebih efektif.

BACA JUGA : Deflasi di Jawa Timur Dipengaruhi Diskon Tarif Listrik

“Yang jelas, pemerintah telah berupaya mengatur. Tugas kita bersama adalah membantu pemerintah untuk mengawasi dan wajib melaporkan jika kita melihat ada potensi pelanggaran. Kita perlu menyadari apakah kita layak menerima subsidi atau tidak. Jika terpaksa hanya untuk kepentingan konsumsi, tapi bukan untuk mencari keuntungan, maka ini perlu mendapat perhatian,” pungkasnya. (JM01)