PHEI Gelar Seminar Indonesia Bond Market Update Q4-2024, Ini Jelasnya…

0
32
PHEI Gelar Seminar Indonesia Bond Market Update Q4-2024, Ini Jelasnya...
PHEI Gelar Seminar Indonesia Bond Market Update Q4-2024, Ini Jelasnya...

Surabaya, JATIMMEDIA.COM – PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) bekerjasama dengan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Kantor Perwakilan Jawa Timur menyelenggarakan Seminar “Indonesia Bond Market Update Q4-2024: Momentum di Depan Mata”.

Seminar yang diselenggarakan di Auditorium Bursa Efek Indonesia Kantor Perwakilan Jawa Timur di Surabaya ini dihadiri oleh Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) KOMDA VI Jatim, Bali dan sekitarnya beserta anggota ADPI Jawa Timur, Emiten yang berdomisili di Jawa Timur serta Kelompok Studi Pasar Modal (KSPM) Jawa Timur.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan literasi pasar surat utang yang lebih luas ke daerah yang memiliki potensi dalam pengembangan pasar surat utang.

Kegiatan seminar dibuka dengan sambutan dari

Kepala Kantor Perwakilan BEI Jawa Timur, Cita Mellisa dalam sambutan menyampaikan, Jawa Timur sendiri menurut Cita, memiliki total investor kurang lebih sebanyak 1,7 juta investor, dengan total Galeri Investasi BEI sebanyak 85, 50 Anggota Bursa dengan rincian 39 AB di Surabaya, 10 AB di Malang dan 1 AB di Sidoarjo, serta terdapat 53 Perusahaan Tercatat.

“BEI Kantor Perwakilan Jawa Timur siap mendukung kegiatan sejenis demi peningkatan literasi pasar modal di Jawa Timur,” ujarnya, Kamis (19/9/2024).

  1. Kadhafi Mukrom, Direktur Utama PHEI menyampaikan bahwa kegiatan ini diharapkan dapat menjadi forum untuk melakukan diskusi terkait pasar surat utang.

“Melalui seminar ini, PHEI turut berperan aktif dalam memberikan edukasi pasar obligasi kepada publik dan diharapkan dapat mendukung upaya peningkatan literasi pasar modal dan pasar surat utang khususnya di wilayah Jawa Timur. Dan pada masa mendatang, kegiatan sejenis akan dilakukan juga di beberapa daerah lainnya di Indonesia,” ujarnya .

BACA JUGA : KPPU Denda PT Bundamedsik, Tbk 5 Miliar Rupiah

Sementara Ifan M. Ihsan, Kepala Divisi Operasional PHEI selaku pembicara, menyampaikan materi “A Guide To Navigating The Bond Market”, memberikan penyegaran kepada peserta seminar bahwa berinvestasi di pasar obligasi juga membutuhkan navigasi yang tepat untuk bisa mencapai target investasi yang diharapkan.

See also  Jenius Ajak Digital Savvy Sehat Tubuh dan Finansial lewat Pocari Sweat Run Indonesia

“Investor perlu memahami alat navigasi yang tepat untuk bisa membaca arah pergerakan pasar,” terangnya.

Di pasar obligasi, lanjutnya, terdapat beberapa indikator yang dapat dijadikan acuan bagi investor untuk membantu berinvestasi di pasar obligasi, beberapa diantara yaitu kurva imbal hasil, harga acuan, credit spread, rating, Z-Score, dan juga Index.

“PHEI berupaya untuk bisa menyediakan dan memperkenalkan indikator dan informasi-informasi tersebut kepada investor maupun emiten melalui sistem informasi yang disediakan yaitu TheNewBIPS yang bisa diakses di https://newbips.phei.co.id/,” tambah Ifan.

Dari sisi outlook, Roby Rushandie selaku Kepala Departemen Riset dan Informasi Pasar PHEI menjelaskan bahwa momentum pasar obligasi semakin terbuka seiring dengan pemangkasan BI Rate sebesar 25 bps ke level 6,00%, dan pemangkasan Federal Funds Rate oleh The Fed yang lebih besar dari perkiraan yakni sebesar 50 bps ke kisaran 4,75%5,00%.

BACA JUGA : Darmi Bersaudara Berhasil Lolos dari Status Pailit dan Lanjutkan Operasionalnya

Pasar, lanjut Roby, dinilai akan mencermati seberapa cepat laju penurunan suku bunga dan apakah bank sentral akan meluncurkan kebijakan Quantitative Easing. Dan besarnya penurunan suku bunga The Fed akan dipengaruhi oleh seberapa besar potensi terjadinya resesi di AS, sedangkan arah BI Rate kedepan akan dipengaruhi tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kondisi nilai tukar Rupiah.

“Momentum pasar diperkirakan masih berlanjut seiring dengan masih terdapatnya peluang pemangkasan suku bunga lebih lanjut oleh The Fed dan Bank Indonesia. Adapun beberapa risiko yang masih berpotensi membayangi pasar yakni risiko geopolitik, volatilitas nilai tukar, dan defisit fiskal,” jelas Roby. (JM01)