Surabaya, JATIMMEDIA.COM – Upaya transformatif dalam pendidikan karakter anak di kawasan eks-lokalisasi Gang Dolly, Surabaya, resmi dimulai. Fakultas Psikologi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) bersama Binar Community, Tim Pandawa, serta dukungan dari RW XII Kampung Dolly, Pertamina Foundation dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Surabaya., secara resmi membuka Sekolah Budaya Anak Gang Dolly Surabaya.
Grand Opening yang digelar Minggu, (12/10) di Aula Pasar Burung Gang Dolly ini menandai dimulainya program pemberdayaan yang fokus pada pendekatan budaya.
Program yang dijadwalkan berlangsung selama tiga bulan ke depan ini melibatkan 35 anak binaan sebagai peserta utama, dengan kegiatan belajar rutin setiap hari Sabtu. Inisiatif ini merupakan langkah nyata dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin ke-4 (Pendidikan Berkualitas) dan poin ke-10 (Pengurangan Kesenjangan).
Fakultas Psikologi Unesa mengambil peran penting sebagai mitra akademik utama melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) fakultas. Keterlibatan Unesa mencakup fasilitasi rapat, pendampingan psikologis, hingga mobilisasi relawan mahasiswa.
“Kami melihat potensi besar untuk mengubah wajah pendidikan anak-anak di kawasan marginal melalui pendekatan berbasis budaya yang relevan dan menyentuh aspek psikologis anak,” jelas Fitrania Maghfiroh, dosen sekaligus perwakilan Fakultas Psikologi Unesa.
Sekolah Budaya Anak Gang Dolly mengadopsi konsep Culture-Based Learning, di mana kurikulum pendidikan karakter berlandaskan pada nilai-nilai luhur tokoh Pandawa: Yudhistira (kepemimpinan), Bima (keberanian), Arjuna (kreativitas), Nakula (kejujuran), dan Sadewa (rasa saling menghargai). Pendekatan ini dipilih karena dinilai lebih menarik dan kontekstual bagi anak-anak setempat.
“Anak-anak di sini adalah calon pemimpin masa depan. Kami percaya mereka bisa dibina dan diberdayakan melalui pendidikan karakter yang berbasis budaya lokal,” ujar M. Faiz Chisshomudhin, perwakilan Tim Pandawa
Rifda Haura Fathina Besri, Wakil Presiden Binar Community sekaligus sekretaris program, mengungkapkan bahwa ide Sekolah Budaya lahir dari observasi langsung mahasiswa Unesa. “Kami sudah sering turun mengajar di sini, sehingga tahu cara terbaik mendekati anak-anak. Mereka lebih tertarik pada hal-hal yang bernuansa budaya dibandingkan teknologi atau media sosial. Karena itu, nilai-nilai Pandawa kami jadikan dasar pembelajaran karakter,” ungkapnya.
Berbeda dengan sekolah formal, evaluasi program ini bersifat kualitatif. Tidak ada rapor akademik, melainkan fokus pada observasi perkembangan karakter anak, interaksi sosial, pemahaman diri, dan penumbuhan empati.

Dukungan penuh datang dari masyarakat setempat. Cahyo Andrianto, S.Sos, Ketua RW XII Kampung Dolly, menyambut baik kolaborasi ini, berharap program dapat menjadi solusi masalah sosial. “Kami ingin memutus rantai kemiskinan sosial dan membentuk anak-anak yang berjiwa pemimpin, berani, cerdas, dan berakhlak. Program ini menjadi wadah yang sangat berarti bagi masa depan mereka,” tuturnya.
Melalui semangat kolaborasi lintas sektor ini, Rifda berharap Sekolah Budaya Anak Gang Dolly dapat berkelanjutan. “Harapannya, sekolah budaya ini bisa terus berlanjut dan menjadi wadah yang abadi bagi anak-anak di Dolly. Karena di tengah arus modernisasi, pendidikan karakter justru semakin penting,” tutupnya. (JM02)















