KIK ke-34 HISKI Unesa Dorong Sastra Perkuat Karakter Bangsa

0
5
Konferensi Internasional Kesusastraan (KIK) ke-34 Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Unesa Dorong Sastra Perkuat Karakter Bangsa, Jumat (10/10) di Graha Wiyata Hall, Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Jawa Timur. (dok. Jatimmedia)
Konferensi Internasional Kesusastraan (KIK) ke-34 Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Unesa Dorong Sastra Perkuat Karakter Bangsa, Jumat (10/10) di Graha Wiyata Hall, Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Jawa Timur.(dok. Jatimmedia)

Surabaya, JATIMMEDIA.COM – Dunia kesusastraan kembali diramaikan dengan gelaran bergengsi, Konferensi Internasional Kesusastraan (KIK) ke-34 Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI). Tahun ini, kehormatan menjadi tuan rumah jatuh kepada Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Konferensi dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor 3 Bidang Riset, Inovasi, Pemeringkatan, Publikasi, dan Science Center Unesa, Dr. Bambang Sigit Widodo, M.Pd., Jumat (10/10) di Graha Wiyata Hall, Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Jawa Timur.

Dalam sambutannya, Dr. Bambang menekankan pentingnya peran akademisi sastra dalam merumuskan kontribusi keilmuan bagi pembangunan karakter bangsa.

“Kami berharap konferensi ini menghasilkan publikasi ber-ISBN dan karya ilmiah yang memperkuat posisi sastra dalam pembangunan nasional,” ujar Dr. Bambang optimis terhadap hasil dari pertemuan intelektual ini.

Konferensi ini mengusung tema besar “Sastra dan Aktivisme Sosial”. Tema ini secara eksplisit mengajak para peserta untuk mengeksplorasi dan mendiskusikan bagaimana sastra dapat mengartikulasikan, merespons, serta menjadi motor penggerak isu-isu kemanusiaan, lingkungan, hingga tantangan kompleks yang muncul dari kemajuan teknologi digital.

Ketua Panitia KIK-34, Prof. Pratiwi Retnaningdyah, M.Hum., M.A., Ph.D., menjelaskan bahwa pemilihan tema ini bukan tanpa alasan. Menurut Dosen Sastra Inggris Unesa ini, sastra seharusnya tidak diposisikan terpisah dari kehidupan nyata dan dinamika masyarakat.

“Sastra memiliki kekuatan untuk menjadi cermin, pengkritik sekaligus pendorong perubahan sosial. Di tengah isu global dan lokal yang kompleks, kata-kata bisa membangkitkan kesadaran dan empati,” ujar Prof. Pratiwi.

Konferensi ini dihadiri sekitar 170 peserta. Peserta yang datang berasal dari berbagai penjuru Tanah Air, menunjukkan komitmen nasional terhadap kajian sastra, dengan perwakilan mulai dari Banda Aceh di ujung barat hingga Papua di timur.

Namun demikian, di tengah optimisme tersebut, Prof. Pratiwi juga menyoroti tantangan signifikan yang dihadapi sastra di era teknologi saat ini. Kemajuan digital, di satu sisi memudahkan penyebaran informasi, tetapi di sisi lain kerap mendorong masyarakat memilih kepuasan yang serba instan, yang bertolak belakang dengan sifat sastra yang menuntut perenungan mendalam dan empati.

See also  BPPG Unesa Raih Penghargaan Nasional Kemendikdasmen

“Ketika teknologi membuat orang ingin serba cepat, kita justru butuh sastra agar hati tetap lembut dan manusiawi. Sastra tidak bisa digantikan oleh mesin,” ungkapnya

Wakil Rektor 3 Bidang Riset, Inovasi, Pemeringkatan, Publikasi, dan Science Center Unesa, Dr. Bambang Sigit Widodo, M.Pd. bersama Ketua Panitia KIK-34, Prof. Pratiwi Retnaningdyah, M.Hum., M.A., Ph.D. dalam konferensi pers acara pembukaan Konferensi Internasional Kesusastraan (KIK) ke-34 Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Jumat (10/10) di Graha Wiyata Hall, Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Jawa Timur. (dok. Jatimmedia)
Wakil Rektor 3 Bidang Riset, Inovasi, Pemeringkatan, Publikasi, dan Science Center Unesa, Dr. Bambang Sigit Widodo, M.Pd. bersama Ketua Panitia KIK-34, Prof. Pratiwi Retnaningdyah, M.Hum., M.A., Ph.D. dalam konferensi pers acara pembukaan Konferensi Internasional Kesusastraan (KIK) ke-34 Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Jumat (10/10) di Graha Wiyata Hall, Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Jawa Timur. (dok. Jatimmedia)

Oleh karena itu, dunia kampus berupaya beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan esensi kemanusiaan sastra. Prof. Pratiwi menyebutkan bahwa Unesa, dan kampus-kampus lain, kini mulai mengembangkan mata kuliah Humaniora Digital. Inisiatif ini bertujuan untuk menggabungkan pendekatan tradisional sastra dengan teknologi informasi.

“Mahasiswa tidak hanya meneliti teks, tetapi juga belajar memanfaatkan teknologi untuk memperluas kajian sastra,” terangnya.

Konferensi ini diharapkan tidak hanya menjadi ajang presentasi, melainkan juga menjadi momentum bagi para sarjana sastra untuk merumuskan langkah strategis dalam menjaga relevansi sastra sebagai pilar penting dalam pembangunan karakter dan kesadaran sosial bangsa.(JM02)