Jakarta, JATIMMEDIA.COM – Munculnya isu pembubaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan akan diambil alihnya pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia (BI), memang menimbulkan banyak perdebatan.
Kondisi ini membuat Mantan Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah angkat bicara dan mengatakan ketidaksetujuannya jika terjadi pembubaran OJK. Menurut Burhan, lebih baik dilakukan pengaturan ulang terhadap kelembagaan OJK.
Pengaturan ulang yang dimaksud Burhan adalah dengan menggabungkan OJK dengan BI, karena dengan penggabungan tersebut, OJK tetap berada di bawah otoritas Bank Indonesia. Dan nantinya, kepemimpinan pengaturan lembaga keuangan tetap berasal dari Bank Indonesia. Sementara OJK dipimpin oleh direksi-direksi yang berada dalam Bank Indonesia.
“Saya tidak setuju kalau OJK dibubabarkan tetapi lebih baik rearrange dengan BI. OJK tetap otoritas di bawah BI, dalam chairman gubernur BI,” katanya, Senin (6/7/2020).
Burhan juga menjelaskan, soal pengawasan non-bank, dapat mengikuti Prancis yang pengaturan stock exchange berada di luar OJK. Selain itu, industri keuangan non-bank masih bisa di bawah OJK yang telah dimerger dengan Bank Indonesia.
“Bisa pilihan macam-macam (pengawasan non-bank) kalau Prancis stock exchange di luar. Tidak di OJK,” katanya.
Burhan menegaskan, pembentukan OJK itu sendiri terkait dengan terjadinya konglomerasi sistem keuangan pada 2009 sehingga kebutuhan pengawasan perbankan yang terintegrasi dipandang perlu. Pembahasan UU BI terkait masalah konglomersi keuangan dengan membentuk Lembaga Pengawasan Jasa Keuangan (LPJK) telah terjadi sejak 2001 tetapi pembahasannya ditunda hingga 2010.
“Dalam pikiran saya memang bahwa konglomerasi keungan benar adanya, keperluan pengawasan terintegrasi sah dan memang harus seperti itu. Pada akhirnya jadi trigger adalah kasus Bank Century ada surat berharga yang jadi persoalan yang mendorong pembentukan OJK,” terang Burhan.
Burhan menilai perlu diskusi mendalam mengenai rencana pengawasan perbankan yang dipindah dari OJK ke Bank Indonesia. Pasalnya, di tengah kondisi perbankan yang sedang menghadapi pandemi, perlu kehati-hatian dalam memutuskan kebijakan.
“Jangan kita rock the boat padahal kapal sedang oleng kita harus pikirkan dalam-dalam langkah ke depannya,” katanya. (JM01)